Sidoarjo, Amphibinews.com – Pemerintah Indonesia tengah melakukan percepatan transformasi pengelolaan sampah dari hulu ke hilir sebagai upaya strategis menghadapi darurat sampah nasional. Hal ini disampaikan oleh Sri Murwani Nurfadilastuti Pejabat Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian LH mewakili Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) KLH, Drs. Ade Palguan Ruteka, dalam acara Rakerwil DPW AMPHIBI Jawa Timur di Gedung Mpu Tantular Negeri Jawa Timur, Sidoarjo Sabtu, (28/6/2025), lalu.
Dalam penyampaian materi, Sri Murwani menyoroti fakta mencengangkan, total timbulan sampah nasional tahun 2023 mencapai 56,63 juta ton, dengan komposisi tertinggi berasal dari sisa makanan (39,26%) dan plastik (19,26%). “Angka ini meningkat signifikan dibanding 2010, di mana sampah plastik hanya 11 persen dari total,” ujarnya.
Berdasarkan Perpres No.12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029, pemerintah menetapkan target ambisius, seluruh sampah harus terkelola secara menyeluruh pada tahun 2029. “Kita harus menuntaskan masalah dari sumbernya, bukan sekadar menumpuk di TPA,” tegas Sri Murwani.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menjelaskan bahwa saat ini hanya 39,01% sampah yang terkelola secara nasional. Sementara itu, sebanyak 22,17 juta ton sampah setiap tahun masih berakhir di lingkungan secara illegal, baik melalui open dumping, open burning, atau dibuang ke badan air.
Beberapa kebijakan strategis yang telah dan sedang diterapkan antara lain:
- Penguatan Extended Producer Responsibility (EPR) bagi pelaku industri, sesuai Permen LHK No.75 Tahun 2019.
- Phase-out plastik sekali pakai secara nasional, mulai dari sedotan, kantong belanja, hingga foam food container pada tahun 2029.
- Pembangunan fasilitas pengolahan modern, seperti Refuse Derived Fuel (RDF), biogas, hingga PSEL (sampah jadi listrik) di 33 kota besar.
- Program “1 RW 1 Bank Sampah” untuk memperkuat pengelolaan di tingkat komunitas.
- Pelaporan wajib via Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) oleh seluruh pemda.
Sri Murwani juga menyebutkan pentingnya mengintegrasikan pengelolaan sampah dalam kurikulum pendidikan, serta penguatan peran masyarakat dan sektor informal seperti pemulung, bank sampah, dan BUMDes pengelola sampah.
Dalam semangat tema seminar, “Membangun Kolaborasi Multi-Pihak untuk Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Inklusif, Berkeadilan, dan Berkelanjutan”, Sri Murwani menekankan perlunya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat.
“Masalah sampah bukan hanya urusan KLH atau pemerintah daerah, tapi kita semua. Jika tidak ada perubahan dari hulu, maka kita hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain,” pungkasnya.(red)