
Sidoarjo – Amphibinews.Com- Di tengah perundingan perjanjian global tentang polusi plastik di Jenewa, Swiss, yang berakhir tanpa konsensus, Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus memimpin upaya penanganan sampah plastik di dalam negeri. Sikap ini diperkuat oleh seruan dari aktivis lingkungan di tingkat akar rumput, yang menekankan pentingnya kolaborasi terpadu dari seluruh pemangku kepentingan.
Dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan B3 Indonesia (AMPHIBI) Jawa Timur, Samsul Hadi, menyatakan bahwa permasalahan sampah plastik adalah “tanggung jawab kita bersama”. Ia menyerukan agar semua pemangku kepentingan terlibat dan menyelesaikan masalah ini dengan cara yang “terkonsep dan tersistem”. Samsul Hadi juga menekankan bahwa solusi harus diterapkan secara “signifikan dan masif” baik di hulu maupun hilir, sejalan dengan bahaya open dumping di mana plastik tercampur tanah dan menjadi sulit dikelola.

Negosiasi perjanjian internasional yang mengikat secara hukum untuk mengakhiri polusi plastik berlangsung intensif selama sepuluh hari di Jenewa, Swiss, dengan partisipasi delegasi dari 183 negara. Perundingan ini, yang difasilitasi oleh Program Lingkungan PBB (UNEP), bertujuan untuk menyepakati teks perjanjian yang akan mengatur seluruh siklus hidup plastik. Namun, negosiasi ditutup pada 15 Agustus 2025, tanpa mencapai konsensus pada draf teks yang diusulkan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hasil tersebut, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa komitmen Indonesia tidak akan terpengaruh. “Dengan atau tanpa perjanjian, Indonesia akan tetap mengambil langkah konkret, terencana, dan terukur untuk segera menghentikan polusi plastik,” ujarnya.
Sinergi Lokal dari Hulu hingga Hilir
Seruan Samsul Hadi untuk solusi yang terintegrasi mencerminkan kebutuhan akan pendekatan holistik. Aksi nyata telah dilakukan oleh AMPHIBI Jawa Timur, yang berkolaborasi dengan TNI, mengadakan kegiatan bersih-bersih sampah di jantung Kota Sidoarjo, sejalan dengan tema HPSN 2025 “Kolaborasi untuk Indonesia Bersih”.
Pendekatan hulu berfokus pada pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya, melibatkan perubahan perilaku masyarakat melalui edukasi dan inisiatif seperti Bank Sampah. Sementara itu, pendekatan hilir berfokus pada pengolahan dan pembuangan yang bertanggung jawab, dengan target meninggalkan sistem open dumping dan beralih ke sanitary landfill yang lebih aman.

Ancaman Tersembunyi Sampah Plastik
Pernyataan Samsul Hadi tentang bahaya sampah plastik yang tercampur dengan tanah bukan tanpa alasan. Praktik open dumping menyebabkan plastik menghalangi sirkulasi udara dan penyerapan air, yang secara langsung menurunkan kesuburan tanah. Ancaman yang lebih serius adalah dampak kesehatan, di mana mikroplastik, logam berat, dan zat kimia beracun dari plastik dapat mencemari tanah dan masuk ke rantai makanan manusia melalui sayuran dan buah-buahan. Paparan ini dapat memicu berbagai penyakit, termasuk kanker paru-paru, payudara, prostat, dan testis, serta kerusakan organ dan gangguan perkembangan pada anak-anak.
Penegakan Hukum yang Tegas
Untuk memastikan efektivitas pengelolaan sampah, penegakan sanksi bagi pelanggar aturan menjadi sangat krusial. Meskipun sudah ada regulasi seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020, implementasinya di lapangan masih menghadapi tantangan.
Contoh kasus di Kota Surabaya, di mana ratusan warga didenda rata-rata Rp 75.000 pada tahun 2023 karena membuang sampah sembarangan, menunjukkan denda yang ada saat ini “kurang membuat unsur jera”. Disparitas denda ini berbanding terbalik dengan daerah lain seperti Cimahi, Bantul, dan Depok yang memiliki denda maksimal hingga Rp 50 juta. Hal ini mempertegas pentingnya sanksi yang lebih tegas dan seragam untuk mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan.(Red)