PROPER dan Etika Lingkungan: Antara Kepatuhan dan Sekadar Citra

- Jurnalis

Selasa, 3 Juni 2025 - 11:44

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Ahmad Syafi’i

Anggota DPW AMPHIBI Jawa Timur

OPINI – Amphibinews.com – Indonesia memiliki undang-undang lingkungan (UU No. 32/2009) yang mewajibkan setiap perusahaan mengelola dampak usahanya secara sistematis – termasuk AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan – untuk mencegah pencemaran.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasal 1 ayat (2) UU dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut bahkan menegaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu (perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan, penegakan hukum).

Sering mendapat pertanyaan pertanyaan mendasar pada kesempatan diskusi skala apapun adalah bagaimana pratik perusahaan Sepatu di Indonesia. Sebenarnya perusahaan apapun tidak lepas dari aturan yang berlaku dalam hal ini adalah UU No. 32 tahun 2009. Tetapi kali ini fokus pertanyaan perusahaan yang berhubungan dengan sepatu skalabesar.

Maka Kembali kepada undang-undang lingkungan sebagaimana tersebut diatas maka usaha sepatu skala besar wajib mengantongi izin lingkungan sebelum beroperasi dan secara hukum semua pihak dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan pencemaran. Bila terjadi pelanggaran, UU 32/2009 juga mengatur sanksi administratif (teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan atau pencabutan izin) bahkan pidana (penjara atau denda).

PROPER: Instrumen Transparansi Kinerja Lingkungan

Program PROPER (Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) diluncurkan Kementerian terkait untuk mendorong perusahaan meningkatkan pengelolaan lingkungan. Setiap tahun PROPER mengevaluasi dan memberi peringkat warna bagi perusahaan: Emas (kinerja unggulan), Hijau (melebihi ketaatan), Biru (taat aturan), Merah (belum taat), dan Hitam (melakukan pencemaran) (mengutip sucofindo.co.id).

Misalnya, peringkat Biru berarti perusahaan sudah memenuhi semua kewajiban lingkungan minimal, sedangkan Hijau menunjukkan perusahaan melangkahi standar hukum lingkungan. Melalui mekanisme ini, kinerja lingkungan perusahaan jadi transparan ke publik. Dalam praktiknya PROPER tidak hanya memberi insentif, tapi juga efek jera. Nilai jelek (Merah/Hitam) bisa memunculkan sorotan media dan tekanan publik.

Dengan kata lain, PROPER menjadi instrumen penting untuk menegakkan disiplin lingkungan: temuan di lapangan bisa dilaporkan ke tim penegakan hukum Kementerian yang relevan untuk ditindaklanjuti (sanksi administratif, pidana, atau pencabutan izin).

Misalnya jika Deputi KLH menyebut, peringkat Hitam artinya perusahaan “tidak melakukan upaya serius” dalam pengelolaan lingkungan, sedangkan Merah berarti usaha pengelolaan belum optimal. Secara kuantitas, PROPER kini menjangkau ribuan perusahaan. Pada penilaian 2023–2024 saja, ada 4.495 perusahaan yang masuk penilaian PROPER (mengutip proper.menlhk.go.id).

Hasilnya diumumkan dan disosialisasikan luas, sehingga perusahaan berlomba-lomba memperbaiki kinerja demi citra yang lebih baik. Intinya, dengan memberikan “rapor lingkungan” secara publik, PROPER mendorong perusahaan agar taat regulasi dan bahkan melakukan perbaikan tambahan – apabila motivasi tidak sekadar mencari pencitraan saja.

Dampak PROPER terhadap Kepatuhan Perusahaan

Program PROPER dirancang untuk memperkuat pelaksanaan UU Lingkungan. Misalnya, selain penilaian kepatuhan, PROPER juga menekankan pencapaian kinerja nyata: perusahaan harus memiliki sistem pengukuran intensitas pemakaian energi, emisi, air, dan limbah serta melakukan benchmarking dengan perusahaan sejenis.

Hal ini berarti perusahaan tidak cukup hanya memiliki dokumen AMDAL/UKL-UPL, melainkan harus menunjukkan penurunan penggunaan sumberdaya dan beban pencemaran (mis. 3R limbah B3 dan non-B3)

Dalam konteks itulah, Kementerian terkait bahkan menerbitkan acuan benchmarking khusus untuk industri sepatu (Permen Dirjen PPKL No. P.12/PPKL/SET/KUM.1/19/2019) agar sektor sepatu dapat membandingkan kinerjanya dengan standar nasional (lihat proper.menlhk.go.id).

Secara teori, pendekatan transparansi dan kompetisi kinerja ini memperkuat kepatuhan. PROPER memanfaatkan publik dan pasar untuk memberi tekanan (misalnya konsumen atau pemegang saham menyorot peringkat perusahaan).

Ketika perusahaan tahu peringkatnya diumumkan, ada insentif untuk mencegah peringkat rendah (merah/hitam) yang merusak reputasi. Sanksi dari PROPER pun jelas: selain sanksi formal, perusahaan berpangkat Merah/Hitam bisa menghadapi pencabutan izin.

Dengan demikian, idealnya PROPER mendorong kepatuhan pada UU 32/2009 – perusahaan yang awalnya hanya Blue bisa terdorong berusaha Hijau atau Emas. Meski demikian, tidak bisa dipungkiri sebagian kalangan skeptis bahwa PROPER kadang hanya menjadi ajang pencitraan. Ada yang berargumen perusahaan hanya menyusun dokumen dan “program hijau” secara formal untuk mendapatkan peringkat tinggi, tanpa perubahan mendasar dalam operasi. Namun data dan pengalaman terakhir menunjukkan pemerintah semakin tegas menindak pelanggaran.

Laporan KLH Mei 2025 menyatakan penegakan serius bagi yang terciduk sebagai pelaku pencemaran (lihat; Zintan Prihatini, Bambang P. Jatmiko, kompas.com). Ini mengindikasikan bahwa walau sebagian perusahaan mungkin menggunakan PROPER untuk membangun citra ramah lingkungan, unsur pengawasan dan sanksi tetap berjalan untuk memastikan kepatuhan nyata.

Industri Sepatu di Indonesia: Respons terhadap PROPER dan Regulasi

Industri sepatu menghasilkan beragam limbah; padat (sisa potongan kulit, kain, dan sepatu cacat) serta cair (limbah proses pencucian bahan, finishing, penyamakan) Proses penyamakan kulit dan pencetakan sol juga biasanya menggunakan bahan kimia keras, berpotensi menghasilkan pencemaran udara (misalnya gas SO₂ dan CO) serta limbah B3. Globalnya, sekitar 1,5 juta ton limbah diproduksi oleh industri sepatu setiap tahunnya (lihat, shoeworkshop.id), angka besar yang menunjukkan pentingnya pengelolaan lingkungan di sektor ini. Karena itu, pabrik sepatu di Indonesia tunduk pada peraturan baku mutu limbah cair dan emisi udara. Perusahaan sepatu besar diwajibkan menjalankan AMDAL/UKL-UPL serta rutin memantau limbah keluarannya agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Seyogyanya begitu cek (jdih.esdm.go.id).

Bagaimana sektor sepatu merespons PROPER dan UU lingkungan ini. Satu sisi, pemerintah sudah menyiapkan kerangka dan panduan. Sebagaimana disebutkan, KLH mengeluarkan acuan benchmarking khusus industri Sepatu (lihat; proper.menlhk.go.id) – sebuah sinyal bahwa kinerja lingkungan industri ini harus diukur. Hal ini memungkinkan perusahaan sepatu membandingkan intensitas limbah dan penggunaan sumber daya dengan standar nasional. Sementara pada sisi lain, data konkret tentang pencapaian PROPER di sektor sepatu sulit ditemukan. Berita PROPER umumnya menyoroti industri besar seperti energi, pulp-kertas, dan pertambangan; industri sepatu relatif sedikit terekspos di media.

Ketaatan Umum

Perusahaan sepatu berukuran besar (milik modal asing atau untuk ekspor) biasanya telah memiliki izin lingkungan lengkap. Mereka pun umumnya meraih peringkat Biru saat penilaian PROPER, artinya sudah mematuhi kewajiban AMDAL dan baku mutu. Beberapa bahkan maju ke Hijau jika menunjukkan inisiatif tambahan, misalnya teknologi pengolahan air yang lebih efisien atau penggunaan energi terbarukan. Prinsip dasar PROPER memang mendorong perbaikan bertahap artinya perusahaan harus punya sistem perencanaan, pelaksanaan program, dan evaluasi yang baik Di sektor sepatu, mencapai Hijau atau Emas menuntut inovasi seperti daur ulang limbah, pengurangan bahan kimia berbahaya, atau inovasi sosial yang melibatkan masyarakat.

Tantangan dan Citra

Di tingkat UMKM (industri rumahan/perkampungan sepatu), kesadaran lingkungan cenderung masih rendah dan pengawasan terbatas. Produsen kecil seringkali belum masuk dalam lingkup PROPER, namun tetap wajib mematuhi aturan umum dalam hal ini adalah UU Lingkungan. Mereka terancam sanksi tegas jika terciduk membuang limbah sembarangan (pasal larangan pencemaran berlaku universal).

Pada praktiknya, banyak pabrik sepatu skala menengah di sentra seperti Cibaduyut (Bandung) atau Jawa Tengah masih fokus ke produksi massal. Upaya “hijau” mereka barulah mulai muncul, misalnya sebagian perusahaan lokal beralih ke bahan ramah lingkungan atau mengolah limbah. Contohnya, merek sepatu Bandung Pijak Bumi memanfaatkan limbah kapas, plastik, dan karet daur ulang sebagai bahan baku utama (sumber; detik.com).

Inisiatif seperti ini menunjukkan potensi kesadaran lingkungan di industri sepatu, walau skala dan dampaknya masih kecil. Secara umum, response sektor sepatu terhadap PROPER dan regulasi lingkungan masih berkembang. Adanya panduan KLH, (sumber; proper.menlhk.go.id), berarti standar telah dicanangkan, tetapi implementasi di lapangan memerlukan waktu dan kesadaran lebih. Sebagian perusahaan besar mungkin sudah mulai melaporkan kegiatan ramah lingkungan demi rating PROPER yang lebih baik, sementara yang lain memilih jalur minimal compliance (Biru) sambil menjaga citra. Tingkat penerapan PROPER yang nyata di kalangan produsen sepatu Indonesia tampaknya belum seluas sektor lainnya – setidaknya dari sisi publikasi. Data resmi tentang jumlah perusahaan sepatu yang ikut PROPER atau pencapaian warnanya juga belum tersedia publik.

Kesimpulan

PROPER telah membangun sinergi antara kepatuhan hukum dan pencitraan lingkungan: dengan “rapor publik” bagi perusahaan, diharapkan komitmen lingkungan tidak sekadar janji. UU No. 32 Tahun 2009 mensyaratkan standar ketat pengelolaan lingkungan bagi semua usaha termasuk industri Sepatu, dan PROPER menindaklanjuti dengan evaluasi rutin serta insentif sanksi bagi pelanggar.

Bagi pelaku industri, penerapan PROPER berarti tidak cukup hanya dokumen AMDAL yang lengkap; mereka perlu menunjukkan kinerja nyata (pengurangan limbah, efisiensi energi, inovasi hijau) untuk meraih peringkat baik. Bagi industri sepatu, tantangannya adalah mentransformasi operasi agar memenuhi standar lingkungan itu. Meskipun belum banyak sorotan PROPER pada sektor ini, perusahaan sepatu besar yang berorientasi ekspor umumnya sudah mengadopsi persyaratan hukum (menjaga kualitas limbah cair, limbah B3, dan lain sebagainya). Sebagian kecil telah melangkah lebih jauh, seperti mengolah limbah menjadi bahan baku baru (semoga).

Namun, secara keseluruhan sektor ini masih perlu mendorong perubahan budaya usaha – memandang pengelolaan lingkungan bukan sekadar beban regulasi atau alat pencitraan, melainkan bagian dari etika bisnis dan keberlanjutan jangka panjang. Kebijakan PROPER dan UU Lingkungan memberikan kerangka dan dorongan; tugas perusahaan sepatu berikutnya adalah menanggapi dorongan tersebut secara serius dan konsisten demi kelestarian lingkungan serta kepercayaan publik. Sumber: UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berita Terkait

Hari Ini, Sosialisasi Pengembangan Amphibi Se- Sumut Digelar di Pantai Sri Mersing Sergai
Pelindo Regional 1 Santuni Ribuan Anak Yatim di Hari Pelindo ke-4
Kasus Kapal Tunda, Pelindo Hormati Proses Hukum Kejati Sumut atas Kasus 2019 Sebelum Merger
Peringati World Clean Up Day 2025 dan Perkenalan Kepengurusan AMPHIBI Sumut
AMPHIBI Bersama Kanwil Pas Sumut Aksi Tanam Serentak Ribuan  Bibit Kelapa Dukung Program Ketahanan Pangan
AMPHIBI Adakan Rapat Kordinasi Jelang Aksi Penanaman Ribuan Bibit Kelapa
Selamat & Sukses HUT AMPHIBI ke 9 Tahun Diwarnai Aksi Tanam Pohon dan Bagikan Minyak Goreng Bagi Masyarakat
Sambut HUT AMPHIBI Ke 9 dan HUT RI Ke 80, Bersama Warga Bergotong Royong Ciptakan Lingkungan Bersih
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Selasa, 7 Oktober 2025 - 00:00

Selamat !!! M.Isa Albasir Terpilih Ketua KNTI Sumut  Bertekad Perjuangkan Hak Nelayan Kecil

Minggu, 5 Oktober 2025 - 02:15

Hari Ini, Sosialisasi Pengembangan Amphibi Se- Sumut Digelar di Pantai Sri Mersing Sergai

Jumat, 3 Oktober 2025 - 01:37

Jalan Rusak “1000 Lobang” di Daratan Tinggi Desa Pematang Johar Bikin Resah

Jumat, 3 Oktober 2025 - 01:00

UMKM Binaan Pelindo Regional 1 Tampil di Inacraft October 2025 “Youthpreneurs”

Rabu, 1 Oktober 2025 - 07:07

Pelindo Regional 1 Santuni Ribuan Anak Yatim di Hari Pelindo ke-4

Selasa, 30 September 2025 - 02:27

PSMTI Sumut Adakan Bhakti Sosial Pengobatan Gratis Disambut Antusias Warga

Minggu, 28 September 2025 - 11:25

Diwarnai Bhakti Sosial Kegiatan Pelantikan PAC PP Medan Marelan Diketuai Ardiansyah Sitepu, S.Pdi Sukses dan Meriah

Jumat, 26 September 2025 - 11:38

Kasus Kapal Tunda, Pelindo Hormati Proses Hukum Kejati Sumut atas Kasus 2019 Sebelum Merger

Berita Terbaru